Sabtu, 06 Maret 2010

Saudara Tiriku

Sebelum aku cerita, kenalkan dulu namaku Ben. Ceritaku ini dimulai, waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan hidup menjanda lama-lama. Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Lusi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Riri. Si Lusi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Riri paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara.

Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Lusi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah. “Lus! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Lusi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Ben, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja. Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku.

“Lus..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku.
Lusi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku.
“Lus.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu.
“Eh.. iya, Ben kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Lusi.
“Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku.
“Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang.
“Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu.
“Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.

Lusi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya.
“Lus, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi.
“Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich sering.”
Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Beni Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.

Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang.
“Lus, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing.
“Iya nic Ben, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya.
“Eh… ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku.
“Kasihanilah si Beni kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.

Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.

Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Ben, kamu tiduran dech, kita pake ‘69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.

Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Ben… Ach… percepat Ben, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Ben… aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.

“Lus, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku.
“Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya.
Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya.
“Lus, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Lusi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Lusi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.

“Jangan Ben… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak.
“Kamu udah mens belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya.
Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.”
“Ach… ach… ahh…! sakit Ben, a.. ach… ahh, pelan-pelan, aa… aach… aachh…!” katanya berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma sebentar kok, Lus mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya.
Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.

“Ach… a… aa ach…” teriaknya.
“Sakit lagi Ben… a.. aa… ach…”
“Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.
“Ben,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Ben…” katanya.
“Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku.
“Cepetan Ben, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang.
“A… ach… aachh…! yach kan keluar.”
“Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.

Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak.
“Lus kamu enggak perawan yach,” tanyaku.
“Iya Ben, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya.
“Ben ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.”"Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.”
“Siapa sih yang bisa nolak ‘Beni Junior’,” katanya mesra.

Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Lusi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Lusi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Lusi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.

Kali ini kelihatannya Lusi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.

Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.

“Lusi! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Lusi yang menindihiku dengan keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Ben, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku.
“kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan.
“Lus jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Beni Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Ben!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa, kita pake posisi ‘69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.
Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach… achh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya.
“Ben! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achh.. ahh..”
“kamu juga makin pinter ngulum ‘Beni’ kecil,” kataku lagi.
“Ben, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah.
“Cukup sekali aja nembaknya, taapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maa ac… ach…” katanya sambil menikmati jilatanku.
“Tapi Ben aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a… aahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.

“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi.
“Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach… a… ahh…” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Lus,” kataku sambil mulai bergoyang.
“Lus, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku.
“Bentar lagi Ben,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.

“Sambil bercumbu dong Ben!”
Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir.
“Lus kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah.
“Ben pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.”
“Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Ben, a.. aa… ach.. achh,” katanya terputus-putus.
“Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda.
“Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aa… ahh… aku percepat yach Ben,” katanya.

Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung.
“Achh… ach… bentar lagi nih.”
“Tahan Ben!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya.
“Aku juga Ben, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan…
“Achh… a… achh… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya.
“Aku juga Ben…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya.
“Ach… ah… aa.. ach…” desahnya.

“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku.
Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Lusi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Riri, dan anehnya siang-siang begini Mbak Riri di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.

“Siang Ben! baru pulang? Lusi mana?” tanyanya.
“Lusi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya.
“Ben, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya Mbak Riri dengar desahannya Lusi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar.
“Ben!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”

“Loh inikan…?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Lusi.”
Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet payudaranya yang super besar.
“Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.

Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat.
“Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mulus dan sekal.
Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak tahan Ben,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku.
“Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.”
“Ach… kamu nakal Ben! pantes si Lusi mau,” katanya mesra.

“Ben…! Mbak…! lagi dimana kalian?” terdengar suara Lusi memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi.
“Masuk aja Lus, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Riri.
“Mbak! Entar kalau Lusi tau gimana?” tanyaku.
“Ben jangan panggil Mbak, panggil aja Riri,” katanya dan ketika itu aku melihat Lusi di pintu kamar sedang membuka baju.
“Rir, aku ikut yach!” pinta Lusi sambil memainkan vaginanya.
“Ben kamu kuat nggak?” tanya Riri.
“Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Lusi udah terangsang,” kataku.
“Lus cepet sinih emut ‘Beni Junior’,” ajakku.

Tanpa menolak Lusi langsung datang mengemut penisku.
“Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Riri.
“Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi.
Riri meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Lusi yang sedang mengemut penisku.
“Lus, aku maenin vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Lusi ia langsung bermain di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Riri menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aach… aku keluar…” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.

“Sekarang ganti Lusi yach,” kataku.
Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan.
“Ach… aach…” desah Lusi.
“Kamu curang, Lusi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Lusi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong goyangnya!” keluh Lusi.
Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga.
“Kak, ach… entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aa… a… ach…!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.

“Ayo Ben tunggu apa lagi!” kata Riri sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang lagi.”
Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya.
“Gimana enak penisku ini?” tanyaku.
“Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”.
“Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi.
“Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya tidak jelas karena sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja… aah… ach… bentar lagi…”
“Aku… keluar… ach… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku.
“Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.

Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Ben aku mandi dulu yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Ben, Lus, lain kali lagi yach,” pinta Riri.
“Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Ben!” kata Lusi.
“Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Riri mulai memegang penisku.

Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Riri atau hanya Lusi. Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.

Oh Ibuku

Nama aku Usin. Umur 22 tahun. Aku ni anak tunggal. Bukan tunggul tau. Mak bapak aku dah lama bercerai. Nak dekat 10 tahun dah. Masa aku darjah 6 lagi. Aku ni penganggur. Setelah abis study,aku balik di kampong aku kat utara semenanjung. Aku duduk dengan mak aku. Dia ni keje penoreh getah je. Kadang-kadang berkebun. Aku study pun ayah aku yang tanggung. Mak aku umurnya baru 44 tahun. Muda lagi. Kulit putih bersih. Buah dada memang besar la. Punggung lebar semacam je. Mak aku ni memang lawa. Dia bercerai dengan ayah aku pun sebab ayah kawin dua. Tapi ayah still caring pasal aku.

Rumah aku plak agak tersorok dengan jiran-jiran. Mandi pun pakai perigi. Bilik air ada. Mak aku ni memang manjakan aku. Pasal akulah dia tak nak kawin sampai sekarang. Kalu pegi menorah tu,aku yang temankan. Aku heran la,mak aku ni kadang-kadang mandi kat perigi tu tanpa seurat benang pun. Aku tak lepas peluang la tengok tubuhnya yang lawa. Perut rata. Tetek besar tu. Puting warna merah lagi. Punggungnya memang besar. Pejal lagi. Nafsu muda aku mula meronta-ronta.

Bila time ibu mandi je, aku tak lepaskan peluang menjamu mata aku. Aku sentiasa terbayang-bayang akan betapa cantiknya tubuh ibu. Dalam rumah ibu lebih gemar berkemban. Dengan rambutnya dilepas ke belakang,kecantikan ibu tak pudar ditelan zaman. Tambahan pula ibu banyak mengamalkan petua-petua untuk awet muda dan minuman akar-akar kayu.

Kadang-kadang aku pernah nampak ibu tidur dengan kainnya terlondeh. Bulu-bulu pantatnya berserabut.Ye la,dah lama takde tuan. Aku pulak tidur bogel terus. Ibu buat tak tau je bila tengok kote aku keras mencanak bila bangun tidur. Mungkin hari-hari dia tengok kote aku menyebabkan dia pun tak tertahan lagi dengan nafsunya yang membuak-buak.

Masa aku teman dia menorah,tiba-tiba dia tersepak akar kayu dan hampir terjatuh. Mujurlah aku sempat sambut dia. Masa tu tetek dia melekat di dada aku. Kami diam seketika. Ibu ambil keputusan untuk balik ke rumah. Kebetulan pulak hari macam nak hujan. Aku memimpin ibu hingga ke dalam bilik tidurnya. Aku ambil minyak angin dan mengurut-ngurut kakinya. Tiba-tiba hujan turun dengan lebat.

Ibu hanya memandang aku sambil aku mengurut kakinya. Aku masih terbayang-bayang akan rasa bila teteknya melekap di dada aku. Dari kaki sampai ke betis.kemudian ke pahanya yang putih. Ibu tidak membantah.Aku urut perlahan-lahan. Dada aku berdebar-debar…
“Sinn..”keluh ibuku bila aku makin galak bermain di pahanya. Tiba-tiba ibu memegang tangan aku.Lalu dialihkan ke tundun cipapnya. Matanya kuyu memandang aku. Aku meramas-ramas tundunnya yang tembam.

“Ibu….boleh ke?”tanyaku untuk kepastian. Bila melihatkan aku pun bernafsu juga,ibu terus bangun dan menutup pintu bilik. Lantas dia membuang baju. Terserlahlah bukit besar berkembar yang masih dalam bungkusan. Aku pun bangun mengadap ibu. Aku terus melucutkan kain batik ibu. Memang ibu tidak pakai seluar dalam. Bulu-bulunya aku elus-eluskan dengan lembut. Aku melucutkan seluar jeans aku dan tersembullah balak yang besar. Ibu terus memegang dan mengusap-ngusap kote aku yang semakin tegang.

“Sin punya macam ayah. Besar dan panjang”,kata ibu sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya dan membuka colinya. Aku mendakap ibu dengan penuh perasaan. Kote aku pulak menunjal-nunjal di perut ibu. Kami berkucupan. Ibu membalas dengan penuh bernafsu. Aku pula menggomoli bahagian tengkuknya. Tangan aku pula meramas-ramas dengan manja kedua-dua tetek ibu yang mengkal.”Sin,tolong ibu ye sayang. Dah 10 tahun ibu tak rasa kote. Sin tolong ye.Ibu nak rasa kote Sin”,pinta ibuku.”Boleh bu,asalkan ibu bahagia.”balasku lagi.

Aku terus membaringkan ibu dia atas katil. Hujan lebat mencurah-curah. Begitu juga dengan cipap ibu yang semakin basah dek jari aku. Aku terus-menerus menggomoli ibu. Dari atas hingga ke bawah. Punggung pejalnya aku gigit-gigit manja. Suara ibu makin kuat mengerang. Mulut aku penuh dengan tetek besar ibu. Tiba-tiba,ibu menyuruh aku baring. Dia menindih aku pula. Muka aku dicium bertubi-tubi. Kemudian teteknya dihempap ke atas muka aku. Apa lagi,aku uli semahu-mahunya. Kemudian ibu turun ke bawah. Mukanya tepat ke kote aku. Dia tersenyum dan perlahan-lahan kota aku tenggelam dalam mulut ibu.

Cara ibu mengulum betul-betul pandai. Macam dalam cite blue plak. Nikmatnya sukar dibayangkan. Tergeliat aku menahan kegelian yang amat sangat.. Seketika kemudian, ibu bingkas bangun. Tangannya melancap koteku. Kemudian ibu duduk mencangkung atas tubuhku. Celah kangkangnya betul betul di atas balakku. Dua tapak kakinya memijak tilam. Ibu mengangkat tinggi punggungnya sambil tangannya memegang erat batang koteku. Bila punggungnya direndahkan, aku terasa kepala koteku menyentuh bibir pantat ibu. Ibu terus menggesel gesel kepala koteku pada bibir pantatnya. Aku terasa air lendir ibu meleleh. Bila kepala koteku menyentuh biji kelentit, ibu merintih. “aduhhh sedapnya Sin, sedapnya, lama dah ibu tak rasa sedap macam ni”. Seketika kemudian, ibu memegang erat batang koteku, dihalakan ke arah lubang pantatnya, terus dia menekan punggungnya ke bawah. Aku terasa batang koteku masuk ke dalam lubang pantat, ketat sikit tapi kerana licin air lendir, senang saja terus rapat ke pangkal. Maka hilanglah teruna aku di pantat ibuku sendiri. Sedapnya tak boleh nak diceritakan.


Ibu mula menghenyak aku. Bila pangkal koteku rapat ke tundunnya, ibu mengerang, “hhhuuuuuuuhssss sedapnya, sedapnya …….” Ibu mengemut ngemut, kepala koteku. Kembang dibuatnya. Nikmatnya tak boleh nak dibayangkan. Aku terus meramas ramas buah dadanya dengan geram sambil menggentel gentel putingnya. Ibu terus mengangkat punggungnya dan kemudian dibenamkan kembali rapat ke pangkal. Mataku pejam tanda nikmat yang bukan kepalang. Katil tempat kami bertarung turut berkeriut dengan suara erangan bernafsu ibu

Selepas beberapa kali duduk bangun, aku terasa kote aku agak basah. Mungkin kerana air lendir ibu yang banyak. Bila ibu mengangkat punggungnya, terdengar bunyi air berdecik dan bila punggungnya dihempapkan kembali, bunyi itu berulang kembali. Seolah olah berjalan dalam lumpur yang becak. Mulut ibu tak henti henti merintih dan mengerang. ‘Sinnnn ….. sedapnya, dah lama ibu tak rasa, hhhuuuuuuuuuhh hiiiisssssssshhh sedapnya, sedapnyaaaaaaa………’


Kira kira 15 minit kemudian, ibu mengangkat punggungnya agak tinggi dan tercabutlah kote aku daripada lubang pantatnya. “ibu penatlah, biar ibu baring, Usin pula yang buat”. “Tapi bu, Usin tak reti” jawabku ikhlas, sememangnya aku tiada pengalaman dalam seks.Tapi gimik jet u. “Tak apa, nanti ibu ajar” pantas ibu menjawab. Aku bingkas bangun dan ibu baring terlentang di atas katil. Kangkangnya terbuka luas. “Baring atas ibu” katanya. Aku terus baring meniarap atas tubuh ibu. Muka kami bersentuhan dan dadaku menghempap buah dadanya. Ibu memaut tengkukku dan bibirku terus dikucupnya. Aku terasa lidahnya menjalar ke dalam mulutku dan kemudian lidahku terus dikulumnya.

“Angkat punggung Usin” kata ibu. Bila punggungku terangkat, tangan ibu terus memegang kote aku dan digesel geselkan ke bibir pantattnya. Aku terasa licin memandangkan air berahi ibu keluar dengan banyak. Bulunya sudah basah kuyup. Bila kepala koteku menyentuh biji kelentitnya, ibu mengerang dan merintih lagi. “hhhaaaaaahh waaaah sedapnya Sin, tekan kote Usin dalam lubang ibu”. Bila punggungku dirapatkan, aku terasa batang pelirku menjunam laju ke dalam lubang pantat ibu. Mungkin kerana air lendir yang banyak, senang saja koteku sudah rapat ke pangkal. “waaaaaaaaa sedapnya , hhhaaaaaaaa hussssssssssssss sedapnyaaaaaaaaa’ rintih ibu. “Sedapnya, Usin sorong tarik macam ibu buat tadi” arah ibu lagi. Walaupun aku tiada pengalaman seks, tapi aku selalu menonton video lucah jadi aku faham apa makna kata kata ibu tadi. Aku terus mengangkat punggungku, bila terasa kepala koteku hampir terkeluar dari lubang pantatnya, aku terus membenamkan kembali punggungku. Bila koteku rapat ke pangkal, ibu mengemut ngemut dengan kuat membuatkan kepala koteku kembang. Nikmatnya sedap bukan kepalang. Rasa macam nak patah kote dikemutnya. Sambil merintih dan mengerang, kedua dua tangan ibu terus memaut erat belakangku. Kangkangnya dibuka seluas yang boleh bagi memudahkan aku menyorong dan menarik koteku. Mulutnya dilekatkan ke bibirku dan kemudian mengulum lidahku. Aku terus menyorong dan menarik sambil ibu tak henti henti mengerang. ‘addduuuuuuuhhh sedapnya, sedapnya, cepatlah ibu tak tahan ni, rasa nak sampai dah, tolonglah Sin, sedapnyaaaaaaaaa hhhhuuuhhhhhhhh

hhhhiiiiiiiiissshh waaaaaaaaaaaa sedapnya’.

Kira kira 20 minit, aku terasa air maniku hendak terpancut. “Bu,nak keluar air ni’ kataku. “hiiiiisssssssshhh Usin sorong tarik laju laju ye, cepatlah,waaaaaaaa sedapnya adik’ kata ibu. Aku terus menyorong dan menarik dengan laju, sambil itu ibu terus mengangkat ngangkat punggungnya, kejap tinggi kejap rendah, seirama dengan sorong tarik koteku.”hhaaaahhhh bu, nak keluar air ni’ kataku dan dibalas olehnya, “Pancut dalam Sin”. Seketika kemudian, aku terasa air maniku hendak terpancut, aku terus menyorong tarik dengan laju, dan bila air maniku terpancut, aku membenamkan koteku rapat ke dalam lubang pantat ibu. “hhahhhhhhhh sedapnya bu,sedapnyaaaaaaaaaa” kataku. ibu memelukku dengan erat. “hhuuuuuuuuhhhh, wwwwwwwwuuuuuh sedapnya”, rintih ibu. Kote aku hangat dan bau air mani menusuk ke lubang hidungku. Aku terdampar lesu di atas tubuh ibu yang juga aku nampak seolah olah pengsan. Matanya pejam rapat, nafasnya aku rasa keluar masuk dengan cepat sekali. Nampaknya nafsu ibu yang terpendam yang terpendam selama 10 tahun akhirnya terlepas jua. Di kote anaknya sendiri. Patutlah aku rasakan air berahi ibu begitu banyak sekali. Kemutan-kemutan ibu memang sedap.

Selepas 15 minit, barulah kami dapat bersuara. ‘Usin,memang Usin ni mengikut ayah. Sedap la Sin” kata ibu. Aku hanya senyum sambil terus memeluknya dengan erat. ibu membalas pelukkanku dan pipiku dicium bertubi tubi. “Terima kasih Sin kerana sudi puaskan nafsu ibu, sayang Usin, tau”. Aku lihat ibu langsung tidak rasa bersalah.Hujan masih mencurah-curah.Ibu melentokkan kepalanya atas dada aku.Suasana yang sejuk menyebabkan nafsu aku terbuka kembali.Kote aku mula mengeras ke tahap maksimum.
“Bu,Usin nak lagi…….”pintaku dengan manja.

“Aii,sekejap je kote USin naik balik”balas ibu kehairanan. Aku hanya tersenyum.

“Ni kan anak ibu”kataku.Ibu membalas senyumanku dan mula merangkul tubuhku.Aku tibai sepuas-puasnya tetek besar ibu. Setelah tu,ibu mengulum kote dengan bernafsu sekali. Aku menyuruh ibu menonggeng. “Sin nak buat macam mana mana ni”tanyanya. Mungkin ibu tak pernah rasa posisi ini. Aku menyuakan kepala kote ku ke sasarannya. Pantatnya terkemut-kemut menanti serangan seterusnya.Aku memelakan sorong tarik yang agak ganas.Rambut ibu terhurai.Tetek besarnya terbuai-buat seiring dengan sorong tarikku.Erangan ibu makin menggila.Aku menyuruh ibu baring.Kemudian aku memaut kedua belah kakinya mencecah dada,lalu menghenjut dengan laju.

“uuuhhhh ehhhhh.emphhhh,laju lagi Sin”rintih ibu.Aku makin bernafsu setelah ibu meminta-minta.”Hayun Sin….ibu tahan ni…uhhhhhh hekkkk”erangan ibu makin kuat. Mujurlah hujan lebat. Setelah lama berdayung,aku memancutkan berdas-das air mani ke dalam lubang nikmat ibu. Mata ibu terbeliak ketika hayunan aku yang terkakhir kerana itulah hentakan padu yang memuntahkan air maniku. Kemudian aku lihat ibu tersenyum puas….

“Hebatlah anak ibu sorang ni” katanya sambil menghadiahkan ciuman di pipiku. Kami berehat seketika. Ibu menceritakan yang dia selalu terlihat kote aku setiap pagi masa dia kejutkan aku. Pada mulanya,dia tak rasa apa-apa. Tapi lama-kelamaan nafsunya terangsang apatah lagi bila teringat penangan kote ayah aku yang pernah berendam dalam pantatnya. Dia juga ada tertengok aku melancap. Sebab tu la dia beranikan diri ajak aku. Pastu aku cerita balik pasal dia mandi bogel dan tidur terselak kain.Dia hanya tersenyum

“Ibu pernah tidur tak pakai apa-apa, Sin aje yang tak perasan” katanya sambil ketawa. Selepas itu dia menceritakan dia tidak dapat tidur malam kerana asyik tertingatkan kote aku yang besar ni. Tangannya pula mengurut-ngurut kote aku. Apa yang terpendam dia antara kami berdua diketahui oleh kedua-dua belah pihak.

Bila dah keras balik,aku lihat ibu dah mengangkang. Sampai malam aku bertarung dengan ibu. Berhenti untuk makan dan berehat saje. Lepas kami sambung balik. Setiap kali main mesti pancut dalam.

Sambil mengusap-usap perut ibu bersuara, “Tak ada apa-apa ke?”

“Apa-lah Usin elok-lah tak ada” ibu memberi penjelasan.Ibu pandai menjaga agar perutnya tidak berisi dengan air benih yang aku taburkan.Boleh dikatakan tiap-tiap aku aku bersetubuh dengan ibu.Tak pun selang sehari. Cuti panjang pun masa ibu datang haid. Ibu cukup puas dengan perbuatannya tidak sesekali tidak meyesal. Aku hanya tumpang gembira sebab dapat rasa pantat free. Hubungan terlarang ni aku jaga dengan berhati-hati agar tidak dihidu dengan orang kampung.

Lepas balik menoreh je,ibu pasti ajak aku ke biliknya. Bergegarlah katil menahan geloran nafsu kami berdua.Nafsu terhadap masing-masing tak pernah padam. Lagipun sekarang aku tidur sekali dengan ibu. Terasa macam pengantin baru saja. Malam je mesti suara ibu merintih kesedapan kena penangan kote aku.

Sebelum menoreh pun ibu sempat lagi ajak aku bersetubuh. Anak,kena dengar cakap ibu. Macam-macam skil la keluar. Ok la wahai pembaca. Terpulang pada korang la. Oh lupa pulak aku, Ibu aku ni ibu angkat je. Aku ni sebatang kara. Dia yang bela aku sejak aku berumur 10 tahun lagi. OK la,nampaknya ibu aku dah balik daripada menorah. Korang tahu sendiri la apa yang berlaku lepas ni. Ok la…gua chow dulu…Nak tibai ibu gua la….